Pentingkah Orang Papua Belajar Filsafat?

Pada 9 September 2022, tiba-tiba muncul angka berlatar merah pada bagian kanan atas menandakan kalau ada pesan masuk yang kian bertambah. Setelah menyemplung ke dalam, rupanya salah satu grup instagram milik anak-anak muda Papua sedang membahas sesuatu yang serius. Dalam grup muncul diskusi menarik tentang apakah filsafat perlu dipelajari oleh orang Papua. Selama dua hari, diskusi ini membahas berbagai pandangan tentang pentingnya filsafat dalam kehidupan. Banyak yang menyetujui bahwa filsafat dapat membantu memperkuat identitas dan kemampuan berpikir kritis. Salah satu aliran filsafat yang dianggap relevan adalah eksistensialisme, karena mampu mendorong seseorang berpikir kritis dan melakukan analisis rasional terhadap berbagai persoalan hidup. Selain itu, filsafat juga membawa kita pada pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang diri dan alam semesta, sehingga membantu memahami tujuan hidup atau bahkan mempertanyakan pentingnya memiliki tujuan tersebut.

Namun, mempelajari filsafat tidaklah mudah. Di Indonesia, filsafat kerap diberi stigma negatif, seperti dianggap sebagai sesuatu yang “makar” atau berbahaya, terutama yang beraliran kiri bahkan berujung pada Razia buku kiri. Selain itu,

Mendalami filsafat sering kali menghasilkan dilema dan paradoks, membuat seseorang merasa nihil atau kebingungan dengan hasil pemikirannya sendiri. Hal ini diperparah oleh fakta bahwa filsafat belum menjadi bagian dari kurikulum pendidikan di Indonesia. Akibatnya, kemampuan berpikir kritis baru mulai diajarkan di perguruan tinggi, sehingga siswa SMP dan SMA [bahkan dalam Perkuliahan] tidak mendapatkan dasar-dasar ini sejak dini,

unggah salah satu orang.

Dalam diskusi tersebut, juga dibahas hubungan filsafat dengan tradisi lain, seperti filsafat Arab dan Persia yang berkembang melalui sejarah penaklukan dan perdagangan. Pada masa itu, pertukaran intelektual yang dilakukan dalam bahasa Arab melahirkan filsuf-filsuf besar seperti Maimonides. Selain itu, Konfusianisme juga dianggap relevan dengan budaya Papua karena menekankan keseimbangan moral dan kosmis, yang sejalan dengan hubungan erat antara orang Papua dengan alam yang mereka sebut sebagai “Mama.” Dalam tradisi Papua, tanah, pohon, dan danau dianggap memiliki roh. Pemikiran ini sangat selaras dengan filsafat Timur yang mengajarkan pentingnya keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan. Roh dianggap sebagai penghubung yang mengintegrasikan elemen-elemen tersebut dalam keseimbangan kosmis. Konsep ini juga memperlihatkan cinta yang mendalam terhadap alam semesta sebagai bagian integral dari kehidupan manusia.

Manfaat praktis filsafat dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat diabaikan. Filsafat dapat menjadi filter untuk berpikir kritis, terutama di era informasi yang dipenuhi oleh hoax dan berita tidak terverifikasi. Dengan belajar filsafat, generasi muda dapat mengembangkan kemampuan menganalisis persoalan, termasuk memahami wacana di media sosial dan media massa yang sering kali menyembunyikan kebohongan atau fallacy. Melalui filsafat, seseorang dapat membedakan antara opini dan pengetahuan, di mana opini sering kali hanya berdasar isu, sementara pengetahuan didasarkan pada metodologi yang jelas.

Dalam konteks filsafat, banyak tokoh yang relevan untuk membantu memahami isu-isu ini. Socrates, misalnya, terkenal dengan metode maieutika, yaitu teknik bertanya yang terus-menerus untuk mengungkap kebenaran. Metode ini tercermin dalam diskusi yang mendorong seseorang untuk mempertanyakan dirinya sendiri dan alam semesta. Platon, murid Socrates, menekankan pentingnya dunia ide dan kebenaran sejati, yang relevan dengan upaya memahami relasi manusia dan alam. Descartes, dengan “Cogito ergo sum” (Aku berpikir maka aku ada), memberikan dasar untuk refleksi eksistensial yang menjadi inti diskusi filsafat eksistensialisme. Pemikiran ini menggarisbawahi pentingnya kesadaran diri sebagai langkah awal untuk memahami realitas. Sementara itu, pemikiran Konfusianisme tentang keseimbangan moral dan kosmis pun memiliki relevansi besar dengan cara hidup orang Papua yang menghormati alam sebagai bagian dari identitas mereka.

Filsafat juga berfungsi sebagai alat untuk menemukan kebenaran. Melalui diskusi, ide-ide dapat dipertemukan, dibagikan, dan dijadikan bahan pembelajaran. Diskusi ini membantu seseorang melihat mana ide yang relevan dengan dirinya dan mana yang tidak. Proses ini menjadi penting karena filsafat membantu seseorang memahami dunia sekaligus dirinya sendiri. Bahkan, banyak yang percaya bahwa filsafat sebenarnya telah menjadi bagian dari manusia sejak lahir. Anak-anak usia dini sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar, namun pertumbuhan dan lingkungan seringkali menghambat potensi ini untuk berkembang.

Salah satu filsafat yang relevan untuk perjuangan orang Papua adalah Konfusianisme. Filsafat ini menekankan pentingnya keseimbangan moral dan kosmis, yang cocok dengan cara hidup orang Papua yang dekat dengan alam. Namun, konsekuensi dari mempelajari filsafat ini adalah perlunya pemahaman yang benar agar sistem moral dan politik yang dibangun tidak gagal karena salah tafsir terhadap tulisan-tulisan yang dianggap suci. Dalam konteks Papua, filsafat seperti ini dapat membantu memperkuat hubungan antara manusia dan alam yang telah lama terganggu oleh fokus manusia untuk bertahan hidup. Dalam tradisi Papua, harmoni dengan alam sering kali dijaga melalui kepercayaan bahwa pohon, danau, atau elemen alam lainnya memiliki roh yang harus dihormati. Pendekatan ini bukan hanya mencerminkan cinta terhadap alam, tetapi juga menggambarkan keseimbangan kosmis yang menjadi inti dari filsafat Timur.

Selain itu, filsafat juga memberikan kemampuan untuk menganalisis dan menyelesaikan masalah secara logis. Keahlian ini sangat berharga dalam menghadapi tantangan hidup, terutama ketika kita dihadapkan pada informasi yang membingungkan. Filsafat juga memungkinkan seseorang untuk mempertanyakan kembali kebudayaan, keyakinan, dan mitos yang telah lama ada, sehingga menghasilkan pandangan baru yang lebih kritis dan mendalam.

Berdasarkan percakapan tersebut, akhirnya kami menyimpulkan bahwa filsafat adalah alat penting untuk memahami diri, masyarakat, dan alam semesta. Meski menghadapi stigma dan tantangan, filsafat memberikan dasar berpikir kritis yang dapat membangun masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu, pendidikan filsafat perlu dimulai lebih serius di berbagai kalangan agar generasi muda Papua dapat memanfaatkannya untuk memperkuat identitas, menganalisis persoalan, dan memahami realitas secara lebih mendalam. Dengan filsafat, seseorang dapat belajar menemukan kebenaran, berbagi ide, dan membangun kemampuan berpikir yang akan membantu menghadapi berbagai tantangan hidup terutama berkaitan dengan persoalan hidup orang Papua yang kian tidak pasti.

*Tulisan ini disadur dari percakapan salah satu grup di instagram milik anak-anak Papua yang dilakukan pada 9-10 September 2022.

More From Author

Membela Tanah Air, Tidak Sama dengan Membela Negara: Opini dan analisis Singkat Dengan Paradigma _Abdullah Öcalan

Kenapa Kitong (kita) Suka Jual Tanah?

Tinggalkan Balasan