Praktik Sapu Rata Alam Papua

Oleh: Jhon Lock

Praktek ‘sapurata’ dunia alam dan hasil alam sudah terjadi sejak Indonesia ada di Papua. Akit diberikan kebebasan berlebihan, rute pergeseran alam di mulai dari lingkungan transmigrasi. Semua hasil alam maupun yang ada di atas daratan pun ingin dikuasai.

Kita mau bilang rakyat Non Papua tindas orang Papua juga salah. Nanti terlihat tidak etis, tidak sopan, tidak hargai. Tapi hak untuk menegur itu keharusan. Tapi nyatanya sekarang antara hak dan perasaan bercampur dalam situasi “diam – diam” saja.

Mata orang Papua melihat ular, tikus, kadal, senggulung, kupu – kupu, tuban, biawak, adalah ciptaan Tuhan untuk menghiasi jagad alam raya. Kumpulan binatang liar dan buas tidak serta merta untuk di perdagangkan. Itu untuk makan, menjaga dan menjadi kode alam buat orang Papua.

Kalau sudah model begini, makin kelihatan dengan jelas bahwa, penindasan itu semakin nampak ke permukaan. Ini bukan hanya di Timika, tapi hampir di seluruh tanah Papua yang kaya akan eksotis alam. Hutan habis, hewan habis, terakhir manusia dengan sendirinya habis.

Apalagi khusus untuk Merauke, dulu itu ikan gastor tidak ada, yang ada hanya katip, nambim, Olip (gabus) dan tonangkat. Ini nama – nama ikan asli yang sudah mau punah, yang ada di Merauke dalam bahasa suku Muyu. Ada juga nama dalam kamus Malind.

Rumah alam yang menghidupkan adat/istiadat orang Malind di amputasi dengan penghilangan hutan, pengrusakan lahan, pembabatan, pembakaran, perburuan liar, pembunuhan ribuan bibit ikan dan hewan langkah di jual beli murah. Ini semua sistem negara yang punya maksud buruk bagi pribumi.

Sesungguhnya hewan darat, air dan udara mereka punya tuan. Tuan mereka hidup seperti rupa manusia. Tuan mereka punya perasaan sama seperti manusia. Ini alam leluhur yang nyata, budaya dan alam leluhur yang Tuhan kasih lebih besar dibanding seluruh bangsa didunia.

Saya sendiri sudah banyak melihat tuan (raja) dari beberapa jenis hewan darat, air dan udara. Baik itu lewat mimpi maupun lihat dengan mata kepala sendiri. Jadi, bicara selamatkan Papua itu untuk selamatkan semua elemen dan dimensi, bukan hanya alam dan manusia.

Perasaan terhubung orang Papua dengan leluhur sesuatu yang sangat – sangat sakral dan penting. Itu prinsip alamiah yang sudah menjadi bagian dari kodrat alam dan tidak dapat di batasi dengan peradaban modern.

Saya secara pribadi, punya niat serius dan sangat serius untuk selamatkan Papua Selatan dan Papua Besar ini. Harusnya bukan hanya saya, tapi kita semua harusnya bersatu, bertindak dan berpikir bersama. Kalau tidak, hancur ini alam !

Sekarang kodok racun perut besar tambah banyak. Ini juga bukan kodok asli. Sama pula dengan kemunculan tanaman eceng gondok. Jadi, artinya penghilangan mahkluk air, darat dan udara yang asli menandakan pertanda yang kurang bagus (malapetaka).

Rusa yang bukan Totem asli orang Malind saja sudah mau punah, apalagi saham, Kasuari, babi dan burung Ndik. Rencana penghilangan Totem orang Malind itu penindasan, bertujuan untuk melemahkan.

Dan Sudah Berhasil !

Waktu 2014 saat bibit sawit PT. Bio di pinggir Jl.Trans Nasional baru ditanam, saya berdiri pandang lautan bibit sawit itu baru lihat babi lari dengan anak, burung terbang mati terus jadi bangkai busuk dipinggir jalan.

Sebagai manusia Papua, saya pasti kasihan dan sayang. Hal kecil itu yang buat saya sadar. Tapi sebelum sadar saya marah dulu. Marah, heran, bingung sampai akhirnya tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan alam di Merauke ini.

Sedih !

Saya masih ingat orang tua – tua mereka punya nasehat itu :

“anak, kalau orang ambil ko punya barang tanpa suara kah, permisi kah, terus tukar dengan barang lain, itu mereka ada rencana tidak baik, mau bikin susah ko “. Memang benar !

Bagi saya, nasehat di atas itu ilham turun temurun yang semestinya wajib di hafal mati. Konsep kuno menjaga alam kehidupan lebih tepat daripada zaman modern. Jadi, sikap kita adalah bagaimana melawan arus investasi kecil sampai besar, demi alam, manusia, elemen dan dimensi Papua terselamatkan.

Kita sedang di jajah ! Bukan dongeng atau di film, ini depan mata ! Hanya orang gila, robot dan boneka yang punya bentuk fisik manusia tapi tidak dapat di sadarkan seperti manusia normal. Selain dari itu, tidak punya alasan untuk tidak bangkit dan lawan penindasan diatas tanahnya sendiri !

More From Author

Rencana Transmigrasi di Papua: Wajah Kolonialisme Pendudukan Indonesia

SITUASI TERKINI PENGUNGSI DI DISTRIK OKSOB, PEGUNUNGAN BINTANG 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *