Oleh: Renie & Rio
Definisi Kolonialisme Pendudukan dan Papua
Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang rencana program transmigrasi ke Papua, penting untuk memahami sebuah gagasan yang disebut kolonialisme pendudukan (Settler Colonialism). Sebab dalam tulisan ini kami berpendapat bahwa program ini lebih mengarah kepada penaklukan masyarakat adat Papua daripada pemberdayaan. Seperti beberapa kebijakan lainya yang penuh dengan pemaksaan dan minim partisipatif, misalnya Otonomi Khusus Jilid 2 dan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) yang ditolak oleh ribuan rakyat Papua. Namun segelintir elit Papua dan Jakarta yang berwatak rakus tetap melanjutkannya.
Kolonialisme pendudukan adalah sebuah sistem penguasaan untuk menghilangkan keberadaan kebudayaan masyarakat adat, melalui perpindahan penduduk. Dengan hegemoni pendatang (Settler Colonizer) baru ini segala bentuk eksploitasi atas tanah dan sumber daya alam dinormalisasi tanpa memperhatikan hubungannya dengan masyarakat adat. Kolonialisme Pendudukan mencangkup bentuk-bentuk penindasan yang saling berkaitan. Termasuk didalamnya rasisme, perasaan superior dan kapitalisme. Hal ini disebabkan oleh pandangan pendatang kolonial ini bahwa etika, dan cara pandang mereka tentang kehidupan adalah yang terbaik dibanding penduduk asli. Misalnya dominasi pendatang seperti yang terjadi di Amerika Serikat, Selandia Baru, Kanada dan Australia telah menggusur masyarakat adat dan melestarikan sistem yang terus menghapus kehidupan, budaya dan sejarah penduduk asli. Dalam konteks Papua kita bisa melihat pandangan mayoritas pendatang kepada orang asli Papua yaitu pemalas, pemabuk, kasar dan lain sebagainya. Tanpa memperdulikan bagaimana orang Papua yang kehidupannya sangat bergantung pada alam. Kemudian juga tidak mempertanyakan bagaimana tanah-tanah adat yang begitu sakral, dirampas oleh perusahaan perkebunan sawit dan pertambangan. Teori-teori dasar dalam studi kolonialisme pendudukan berbeda dari kolonialisme klasik melalui karya-karya yang menunjukkan bahwa pendatang menghancurkan masyarakat dan budaya asli untuk menggantikannya dengan keyakinan mereka dan menjadikan diri mereka sebagai penduduk baru yang sah.
Dengan kata lain, pendatang ini tidak hanya mengeksploitasi masyarakat adat dan tanah untuk tenaga kerja dan kepentingan ekonomi; mereka menggusur masyarakat adat melalui kehadirannya di atas tanah penduduk asli. Dalam teori terobosannya tentang “logika eliminasi,” Patrick Wolfe menunjukkan bahwa kolonialisme pendudukan adalah sebuah sistem, bukan peristiwa sejarah, dan dengan demikian, hal ini melanggengkan penghapusan masyarakat asli sebagai prasyarat bagi perampasan tanah dan sumber daya oleh pendatang, sehingga memberikan kondisi yang diperlukan untuk membangun ideologi neoliberalisme multikultural saat ini.
Latar belakang kebijakan transmigrasi di Indonesia dan relevansinya bagi wilayah Timur
Transmigrasi sebenarnya telah terjadi setiap hari di Papua, terdapat rahasia umum di tengah masyarakat Papua tentang kapal putih yang setiap hari bersandar di pelabuhan. Dengan membawa ratusan hingga ribuan pendatang dari luar Papua. Setibanya di Papua mereka akan dengan mudah mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang berdomisili di provinsi Papua. Kabinet Merah Putih yang dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto dengan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, menciptakan beberapa perubahan signifikan, termasuk pemekaran Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menjadi dua kementerian terpisah, yaitu Kementerian Transmigrasi dan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal. Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman Suryanegara menjelaskan bahwa fokus utama kementerian ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan memperkuat kesatuan nasional, khususnya melalui program transmigrasi ke wilayah-wilayah seperti Papua. Program ini bertujuan untuk mempercepat pemerataan pembangunan dengan memindahkan penduduk dari wilayah padat penduduk ke daerah-daerah yang lebih sedikit penduduknya, seperti Papua.
Sebagai bagian dari program transmigrasi ini, pemerintah juga menyiapkan insentif untuk menarik minat masyarakat agar bersedia pindah ke wilayah yang jauh, seperti Sulawesi Tengah dan Papua. Program ini bertujuan tidak hanya untuk menciptakan pusat-pusat ekonomi baru tetapi juga untuk memperkuat integrasi Papua dengan Indonesia secara sosial dan ekonomi. Menteri Sulaiman menyebutkan bahwa sekitar 121 kepala keluarga akan menjadi peserta tahap awal program transmigrasi ini, yang diharapkan dapat dilaksanakan pada akhir 2024. Namun, seperti program transmigrasi sebelumnya, ini dapat memicu berbagai tantangan, terutama dalam hal sengketa lahan, dampak sosial budaya bagi masyarakat adat, serta potensi degradasi lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.
Apakah Transmigrasi betul wajah kolonialisme Indonesia di Papua?
Tujuan pemerintah dalam mempromosikan transmigrasi di Indonesia Timur
Dilansir dari laman Tempo pada 12 November 2024, Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto ingin fokus melakukan pembangunan di wilayah Indonesia Timur. Sejalan dengan tujuan program transmigrasi, Ifititah mengatakan pembangunan di wilayah timur ini dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan di kawasan tersebut.
Ihwal kebutuhan lahan, Menteri ATR Nusron Wahid mengatakan kementeriannya menyiapkan lahan seluas 564 ribu hektare. Lahan tersebut tersebar di seluruh Indonesia. Namun, Nusron mengatakan Kementerian Transmigrasi meminta fokus penyediaan lahan di Papua. Pemerintah mengklaim bahwa kebijakan ini akan membuka lapangan kerja, meningkatkan akses layanan publik, dan mendorong pemerataan ekonomi antar wilayah.
Potensi Termarjinalkan Orang Asli Papua
Berdasarkan tulisan Nathan Down, Papua telah dijajah oleh Indonesia, sebuah negara bekas jajahan non-Eropa, menciptakan kasus kolonialisme/imperialisme non-Eropa yang tidak biasa di era pascakolonial. Nasionalisme Indonesia lahir dari perjuangan kemerdekaan yang dipimpin oleh tokoh seperti Sukarno dan Suharto, dengan kebijakan ekspansionisme di Papua yang melibatkan politik domestik, ekonomi, dan budaya. Hubungan erat antara elit politik Indonesia dan Freeport McMoRan di sektor pertambangan emas dan tembaga mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi di Papua, yang tetap diliputi ketidaksetaraan. Di bawah kepemimpinan Jokowi, Papua masih berada dalam kendali otoriter Indonesia, tanpa otonomi yang adil atau perwakilan politik di tingkat internasional. Meski demikian, kemajuan teknologi dan media sosial mulai membuka jalan bagi penyebaran informasi tentang pelanggaran hak asasi manusia di Papua, yang berpotensi mendorong tekanan politik internasional.
Peningkatan infrastruktur dan akses layanan publik di Papua, yang disebabkan oleh program transmigrasi dan penambahan populasi, berpotensi menambah ketidaksetaraan bagi Orang Asli Papua (OAP). Sementara program transmigrasi berfokus pada pemerataan pembangunan dan distribusi penduduk, OAP sering kali terpinggirkan dalam proses tersebut. Kehadiran populasi baru di wilayah-wilayah terpencil dapat membebani infrastruktur yang ada, sementara OAP mungkin tidak memiliki akses yang sama terhadap fasilitas dan layanan publik. Bahkan, ketergantungan pada proyek-proyek besar dan kebijakan dari pemerintah pusat dapat memperburuk posisi OAP, yang sering kali tidak terlibat dalam pengambilan keputusan atau merasakan manfaat yang setara.
Selain itu, meskipun ada peluang untuk kerjasama antara pendatang dan masyarakat adat dalam mengembangkan sektor pertanian atau perikanan, kenyataannya justru berisiko memperburuk marginalisasi OAP. Pendatang yang terlibat dalam proyek pusat besar seringkali diberi prioritas dalam akses terhadap sumber daya dan pelatihan, sementara masyarakat adat mungkin tertinggal. Kurangnya sumber daya yang memadai, pengetahuan lokal yang terabaikan, serta perubahan struktur sosial dapat membuat OAP semakin terpinggirkan dalam proses pembangunan ini. Tanpa kebijakan yang inklusif dan pemberdayaan yang tepat, program ini justru berisiko menjajah penduduk asli Papua, mengancam keberlanjutan budaya dan kearifan lokal mereka.
Transmigrasi sebagai Kolonialisme Pendudukan di Papua
Transmigrasi ke Papua merupakan bentuk kolonialisasi pendudukan yang memperburuk kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan masyarakat adat di Papua. Salah satu dampak utamanya adalah konflik lahan yang timbul akibat pengalihan hak atas tanah adat untuk memberi tempat bagi transmigran. Orang asli Papua sering kali terpinggirkan dan tidak memiliki kontrol atas tanah yang telah mereka kelola secara turun-temurun. Hal ini menyebabkan ketegangan sosial antara penduduk lokal dan transmigran, yang semakin memperburuk ketidaksetaraan dan menyebabkan marginalisasi masyarakat adat.
Selain itu, transmigrasi membawa perubahan besar dalam struktur sosial dan budaya masyarakat Papua. Proses integrasi budaya yang dipaksakan mengancam keberlanjutan tradisi dan kearifan lokal yang telah ada sejak lama. Perubahan ini sering kali mengarah pada hilangnya identitas budaya asli Papua, di mana masyarakat adat merasa terpinggirkan di tanah mereka sendiri. Di sisi lain, proyek-proyek besar yang terkait dengan transmigrasi juga meningkatkan degradasi lingkungan, dengan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, seperti penebangan hutan dan perusakan ekosistem untuk kepentingan ekonomi, yang dapat merusak kelestarian lingkungan hidup yang vital bagi kehidupan masyarakat adat.
Apa yang harus dilakukan gerakan rakyat di Papua dan Indonesia
Gerakan rakyat Papua dan Indonesia perlu memperkuat solidaritas dengan komunitas internasional untuk melawan kebijakan ini. Dukungan dari borjuasi lokal dan tokoh adat bisa menjadi kunci, meskipun keterlibatan mereka sering terbatas. Kritik dari aktivis lingkungan dan hak asasi manusia juga penting untuk memastikan bahwa suara OAP didengar dan hak-hak mereka dilindungi. Kebijakan transmigrasi di Papua bukan hanya soal pembangunan, melainkan bagian dari proyek kolonialisme pendudukan yang memerlukan perlawanan kolektif demi menjaga identitas dan kedaulatan rakyat Papua.
Referensi
Alifian Asmaaysi, and Fitri Sartina Dewi. “AHY Jelaskan Tujuan Prabowo Hidupkan Kembali Kementerian Transmigrasi.” Bisnis.com, 22 Oct. 2024, ekonomi.bisnis.com/read/20241022/9/1809846/ahy-jelaskan-tujuan-prabowo-hidupkan-kembali-kementerian-transmigrasi. Accessed 4 Dec. 2024.
Cox, Alicia. “Settler Colonialism.” Oxford Bibliographies, 26 July 2017, www.oxfordbibliographies.com/display/document/obo-9780190221911/obo-9780190221911-0029.xml.
Ekspose, Papua. Mudah Keluarkan KTP Bagi Pendatang Baru Di Mimika, Yohanes Kemong Peringatkan Kepala Disdukcapil Mimika. 29 Nov. 2023, papuaekspose.com/mudahkan-pengurusan-ktp-bagi-pendatang-baru-di/. Accessed 1 Jan. 2024.
Haluk, Markus. “Freeport Dan Fakta Kejahatan Kemanusiaan Suku Amungme Dan Suku Mimikawee (Bagian 3).” Google.com, 21 Feb. 2024, www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&opi=89978449&url=act.seasia.greenpeace.org/id/awyu-tribe&ved=2ahUKEwiqw-78rImKAxVF2DgGHZ5rBfkQFnoECDIQAQ&usg=AOvVaw2naAzRB30pwcuGVY7wOEnQ. Accessed 2 Dec. 2024.
https://www.facebook.com/tabloid.jubi.5. “Jubi Papua.” Jubi Papua, 21 Nov. 2024, jubi.id/opini/2024/kolonisasi-dan-transmigrasi-di-tanah-papua-3-4/. Accessed 4 Dec. 2024.
—. “Jubi Papua.” Jubi Papua, Nov. 2024, jubi.id/domberai/2024/transmigrasi-di-papua-ancaman-bagi-masa-depan-masyarakat-adat-dan-lingkungan/. Accessed 4 Dec. 2024.
McNamee, Lachlan. “Settler Colonialism Is Not Distinctly Western or European | Aeon Essays.” Aeon, 5 Oct. 2023, aeon.co/essays/settler-colonialism-is-not-distinctly-western-or-european.
Novianti Setuningsih. “Menteri Dan Wamen Kementerian Transmigrasi Pada Kabinet Merah Putih Prabowo.” KOMPAS.com, Kompas.com, 21 Oct. 2024, nasional.kompas.com/read/2024/10/21/22152411/menteri-dan-wamen-kementerian-transmigrasi-pada-kabinet-merah-putih-prabowo. Accessed 4 Dec. 2024.
Suara Papua. “Freeport Dan Fakta Kejahatan Kemanusiaan Suku Amungme Dan Suku Mimikawee (Bagian 3) – Suara Papua.” Suara Papua, 21 Feb. 2024, suarapapua.com/2024/02/21/freeport-dan-fakta-kejahatan-kemanusiaan-suku-amungme-dan-suku-mimikawee-bagian-3/. Accessed 4 Dec. 2024.
—. “Mempersoalkan Transmigrasi Di Tanah Papua – Suara Papua.” Suara Papua, 5 Nov. 2024, suarapapua.com/2024/11/05/mempersoalkan-transmigrasi-di-tanah-papua/. Accessed 4 Dec. 2024.
Settler colonialism is not distinctly Western or European | Aeon Essays