Ditulis Oleh: Glorya Margareth

Gambar: Seorang pelajar melintas di dekat mural tentang pendidikan dan pencegahan HIV dan AIDS di kota Wamena, Papua, Rabu (14/8). (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Papua, tanah dengan pemandangan yang menakjubkan dan keberagaman budaya yang tiada tanding, menghadapi krisis yang mengancam merusak tatanan masyarakatnya. HIV (Human Immunodeficiency Virus), penyakit yang dapat diobati dan dicegah, telah menjadi ancaman serius di wilayah ini, dengan tingkat prevalensi ratusan kali lebih tinggi dari rata-rata nasional Indonesia.
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Papua, terdapat 7.953 kasus HIV/AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) yang dilaporkan di Kota Jayapura pada tahun 2023 dengan 375 kematian, serta 52.793 kasus di seluruh Provinsi Papua dengan 3.753 kematian. Ini bukan sekadar darurat kesehatan—ini adalah darurat akibat pengabaian, diskriminasi, dan kegagalan institusional. Indonesia menghadapi epidemi HIV yang luas, dengan sekitar 570.000 individu terinfeksi secara nasional. Namun, hanya 31% dari mereka yang mendapatkan pengobatan, dan hanya 14% yang mencapai supresi (penekanan) virus. Statistik ini menunjukkan masalah struktural yang lebih luas yang mendorong krisis HIV di Papua: infrastruktur kesehatan yang tidak memadai, kemiskinan, dan marginalisasi politik. Menangani akar permasalahan ini sangat penting untuk kelangsungan hidup komunitas Papua.
HIV di Papua: Krisis yang Diperparah oleh Ketimpangan
Papua memiliki tingkat infeksi HIV tertinggi di Indonesia, dengan sekitar 2,3% populasi terinfeksi, jauh di atas rata-rata nasional sebesar 0,4%. Ini bukan kebetulan, tetapi hasil dari pengabaian sistemik dan ketidakadilan. Infrastruktur kesehatan di Papua sangat kurang berkembang, terutama di daerah pedesaan. Klinik di desa-desa terpencil jarang ada, dan yang tersedia seringkali kekurangan sumber daya serta obat untuk menangani HIV secara efektif. Sebagai contoh di desa terpencil Wamena, fasilitas kesehatan terdekat berjarak tiga jam berjalan kaki dan sering mengalami kekosongan stok ARV (antiretroviral), membuat pasien kehilangan akses terhadap obat penyelamat jiwa itu.
Ini bagian dari masalah nasional yang lebih besar: pada tahun 2020, sekitar 40 kabupaten dan kota di Indonesia melaporkan kehabisan stok ARV akibat masalah pengadaan dan rantai pasokan. Meskipun pengobatan awal HIV diberikan gratis oleh pemerintah Indonesia, alat pencegahan penting seperti alat tes mandiri HIV, kondom, jarum suntik steril, dan profilaksis pra-pajanan (PrEP) sebagian besar bergantung pada program internasional seperti Global Fund. Jika pendanaan internasional menurun, akses terhadap alat pencegahan ini akan semakin sulit, memperburuk epidemi HIV yang sudah sangat parah di Papua. Masalah ketersediaan obat HIV/AIDS di Indonesia memiliki dampak besar dalam perjuangan melawan HIV/AIDS. Jika kelangkaan ARV terus terjadi akibat masalah pengadaan, semakin banyak orang yang terinfeksi HIV akan terpaksa menghentikan pengobatan. Ini dapat menyebabkan peningkatan viral load, meningkatkan tingkat penularan, dan memperbesar risiko resistensi obat, yang akan semakin menyulitkan pengobatan di masa depan.
HIV dan Hak-Hak Masyarakat Adat
Epidemi HIV di Papua juga berkaitan erat dengan penggusuran tanah dan pengabaian hak-hak masyarakat adat. Tambang besar, deforestasi ilegal, dan perkebunan kelapa sawit telah memaksa banyak masyarakat adat Papua meninggalkan tanah leluhur mereka dan bermigrasi ke kota-kota seperti Jayapura untuk mencari pekerjaan. Di sana, mereka dihadapkan pada kondisi hidup yang buruk, bekerja dalam pekerjaan kasar dengan upah rendah, dan tinggal di pemukiman kumuh yang padat. Semua faktor ini menciptakan kondisi yang ideal bagi penyebaran HIV. Statistik dari Dinas Kesehatan Papua menegaskan urgensi masalah ini. Kota Jayapura, tempat banyak masyarakat adat Papua yang mengungsi menetap, mencatat 7.953 kasus HIV/AIDS pada tahun 2023 dengan 375 kematian. Konsentrasi kasus di perkotaan ini menunjukkan kaitan erat antara penggusuran, kemiskinan, dan penularan HIV. Diskriminasi dan marginalisasi struktural terhadap masyarakat adat Papua juga memperburuk kerentanan mereka terhadap HIV.
Mereka tidak memiliki akses ke pelayanan kesehatan yang sesuai dengan budaya mereka, dan kesulitan bahasa seringkali menghalangi mereka untuk mencari pengobatan. Pola serupa terjadi pada komunitas adat di seluruh dunia. Di Kanada, misalnya, suku-suku First Nations (masyarakat adat di Kanada) mengalami tingkat infeksi HIV yang lebih tinggi akibat kemiskinan, keterbatasan akses pelayanan kesehatan, dan dampak kolonialisme. Namun, Kanada telah berhasil mengurangi angka infeksi dengan mendanai program kesehatan berbasis komunitas yang memperhitungkan budaya masyarakat adat. Papua dapat mengambil pelajaran dari pendekatan ini dengan memberdayakan komunitas dan pemimpin adat untuk menciptakan program pencegahan dan pengobatan HIV yang sesuai dengan konteks mereka sendiri.
Remaja, Sekolah, dan HIV: Akhir dari Mata Rantai
Kurangnya pendidikan seks di Papua menjadi salah satu penyebab utama penyebaran HIV. HIV dan seks masih dianggap tabu di sekolah, akibat pengaruh kepercayaan agama dan budaya. Akibatnya, remaja tidak memiliki informasi yang cukup dan mudah terjebak dalam kesalahan informasi. Tanpa pendidikan yang memadai, banyak anak muda yang melakukan hubungan seks tanpa pengetahuan atau alat perlindungan yang tepat. Pendidikan seks komprehensif adalah kunci untuk memutus rantai ini, memberikan generasi muda informasi yang mereka butuhkan untuk mengambil keputusan yang tepat. Negara seperti Afrika Selatan, yang memiliki salah satu tingkat infeksi HIV tertinggi di dunia, telah berhasil mengurangi infeksi baru pada remaja melalui pendidikan seks yang komprehensif di sekolah. Program-program ini tidak hanya mengajarkan pencegahan HIV, tetapi juga membahas kesetaraan gender dan hubungan yang sehat. Papua harus mengadopsi pendekatan serupa untuk melindungi generasi mudanya dari HIV.
Peran Stigma dalam Krisis HIV Papua
Stigma adalah penghalang terbesar dalam perang melawan HIV di Papua. Banyak orang masih menganggap HIV sebagai hukuman atas dosa atau kesalahan moral, sehingga mereka yang terinfeksi takut mengungkapkan statusnya, enggan melakukan tes, dan tidak mencari pengobatan. Stigma membunuh. Di Kota Jayapura saja, 375 orang meninggal akibat HIV/AIDS pada 2023—sebagian besar bisa diselamatkan jika mereka mendapatkan pengobatan lebih awal. Negara seperti Uganda telah berhasil mengurangi stigma HIV melalui kampanye kesadaran publik dan keterlibatan komunitas. Dengan melibatkan pemimpin agama, selebriti, dan kelompok masyarakat, Uganda berhasil membawa isu HIV ke arus utama dan mendorong lebih banyak orang untuk melakukan tes dan mendapatkan pengobatan. Papua harus mencontoh strategi ini untuk mengakhiri stigma dan menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi pengidap HIV.
Panggilan untuk Kepemimpinan Lokal dan Tindakan Nyata
Krisis HIV di Papua tidak bisa hanya diselesaikan oleh pihak asing. Para tenaga kesehatan, pemimpin lokal, dan masyarakat harus mengambil peran utama dalam memerangi epidemi ini. Namun, pemerintah Indonesia juga harus lebih aktif dalam menangani krisis ini. Solusi yang dapat dilakukan:
- Pendanaan ARV lokal: Pemerintah harus mengurangi ketergantungan pada dana asing dan mulai mengalokasikan anggaran nasional untuk membeli dan mendistribusikan ARV.
- Diversifikasi pemasok obat: Indonesia harus memperluas daftar pemasok obat dan alat pencegahan HIV untuk mengurangi risiko gangguan pasokan.
- Produksi farmasi dalam negeri: Mengembangkan industri farmasi lokal dapat mengurangi ketergantungan pada impor.
- Pendidikan seks di sekolah: Memberikan informasi yang tepat kepada remaja dapat membantu mengurangi penularan HIV.
- Pemberdayaan masyarakat adat: Memberikan mereka peran utama dalam program pencegahan dan pengobatan HIV.
Krisis yang Tidak Bisa Lagi Diabaikan
Epidemi HIV di Papua adalah gejala dari masalah yang lebih besar—pengabaian, ketidakadilan, dan kegagalan institusi. Tetapi dengan komitmen yang kuat, ini adalah krisis yang bisa dikalahkan. Saatnya bertindak sekarang. Masa depan kita sedang dipertaruhkan.
Editor: Papuansspeak
Referensi
- UNAIDS. (2023). Indonesia overview. UNAIDS. Retrieved from https://www.unaids.org/en/regionscountries/countries/indonesia
- Karuniawati, H., Andriyan, E., & Setiawaty, V. (2021). Prevalence of HIV infection and resistance mutations in patients in Indonesia. Journal of Virus Eradication, 7(1), 1-6. Retrieved from https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8592138
- UNAIDS & HIV and AIDS Data Hub for Asia Pacific. (2023). Indonesia country snapshot 2023. UNAIDS. Retrieved from https://www.aidsdatahub.org/resource/indonesia-country-snapshot-2023
- Wikipedia contributors. (2024). HIV/AIDS in Indonesia. Wikipedia, The Free Encyclopedia. Retrieved from https://en.wikipedia.org/wiki/HIV/AIDS_in_Indonesia
- United Nations Indonesia. (2023). Breaking the taboo: Health workers in Papua explore new outreach methods to promote youth HIV testing. United Nations. Retrieved from https://indonesia.un.org/en/246058-breaking-taboo-health-workers-papua-explore-new-outreach-methods-promote-youth-hiv-testing
- Metcalf, J. A., Bangsberg, D. R., & Wangsaputra, K. (2010). The burden and treatment of HIV in tuberculosis patients in Papua. Journal of Infectious Diseases, 202(3), 456-460. Retrieved from https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3022835
- UNAIDS. (2023). UNAIDS data 2023. UNAIDS. Retrieved from https://www.aidsdatahub.org/resource/unaids-data-2023
- Ministry of Health, Republic of Indonesia. (2006). Risk behavior and HIV prevalence in Tanah Papua: Results from the Integrated Bio-Behavioral Surveillance Survey (IBBS). HIV and AIDS Data Hub for Asia Pacific. Retrieved from https://www.aidsdatahub.org/sites/default/files/resource/risk-behavior-hiv-prevalence-tanah-papua-results-ibbs-2006.pdf
- Reuters. (2007, June 19). Half of Papuans unaware of AIDS—Indonesian report. Reuters Health News. Retrieved from https://www.reuters.com/article/health-indonesia-aids-dc/half-of-papuans-unaware-of-aids-indonesian-report-idUKJAK6915620070619
- Badan Pusat Statistik Kota Jayapura. (2023). Jumlah kasus HIV/AIDS di Kota Jayapura [Number of HIV/AIDS cases in Jayapura Municipality]. Retrieved from https://jayapurakota.bps.go.id/en/statistics-table/2/MTY0IzI%3D/jumlah-kasus-hiv-aids-di-kota-jayapura.html